Sabtu, 19 November 2011

Terapi Realitas


TERAPI REALITAS
Terapi realitas adalah suatu system yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinananya bahwa psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Terapi realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling,pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga,dan perkembangan msayatrakat.Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat.  Terapi realitas juga adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.
Konsep-konsep Utama
Pandangan tentang sifat manusia
            Terapi realitas berdasarkan premis bahwa ada suatu kebutuhan psiko logis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada suatu kebudayaan.
            Menurut terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap identitas dalam pengertian “identitas keberhasilan” lawan “identitas kegagalan”. Dalam pembentukan identitas, masing-masing dari kita mengembangkan keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya kita merasa relative berhasil atau tidak berhasil. Orang main memainkan peranan yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas kita sendiri. Cinta dan penerima berkaitan langsung dengan pembentukan identitas. Menurut Glasser (1965, hlm.9), basisi dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain”.
            Maka jelaslah bahwa terpi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministic tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yag menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.
Cirri-ciri Terapi Realitas
Sekurang-kurangnya ada delapan cirri yang mnentukan terapi realitas adalah sebagai berikut:
1.      Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk angguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak beranggung jawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas segala tingkah laku sekarang. Terapis realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tertapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3.      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Kalaupun didiskusikan dalam terapi, masa lampau selalu dikaitkan dengan tingkah lalu klien sekarang. Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan klien sekarang , mencakup harapan-harapan, ketakutan-ketakutan, dan nilai-nilainya. Terapi menekankan kekutan-kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan, dak kulitas-kulitas yang positif dari klien, dan itdak hanya memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya.
4.      Terapi realitas menekankan perimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok pertimbangan pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktif.
5.      Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memanadang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Iya memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.
6.      Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bahi perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik  tak sadar melalu teknik-teknik seperti analisis resistensi.
7.      Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik. Ia menentang penggunaan pernyataan-pernyataan yang mencela karena pernyataan-pernyataan semacam itu merupakan hukuman.
8.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab. Didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengancara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
 Tujuan Terapi Realitas
Sama dengan kebanyakan psikoterapi, tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kemampuan ini meyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan mereka.
Glasser dan Zunin sepakat bahwa terapis harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Akan tetapi, tujuan ini harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual dan dari segi tujuan-tujuan behavioral karena klien harus menentukan tujuan-tujuan itu bagi dirinya sendiri. Mereka menekankan bahwa kriteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan-tujuan yang ditentukan oleh klien.
  1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
  2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
  3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
  5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.

 Peranan Konselor
Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser merasa bahwa ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu utuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab.” Terapis tidak membuat pertimbangan-pertimbangna nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Peran yang harus diemban oleh seorang konselor ialah sebagai modeling, konfrontator, director, dan educator. Terapis diharapkan memberikan pujian apabila para klien bertindak dengan cara bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak bertindak demikian.
Fungsi penting lainnya dari terapis realitas adalah memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang. Glasser dan Zunin menunjuk penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak yang sering menjadi bagian dari proses terapi bisa mencakup pelaporan klien mengenai keberhasilan maupun kegagalannya dalam pekerjaan di luar situasi terapi. Acap kali suatu kontrak menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya terapi.
Konselor berperan sebagai:
  1. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (a) menerima dan memperoleh keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya; dan (b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkandirinya sendiri.
  2. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di tangan konseli; (b) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya sendiri.
  3. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Konselor akan memberi pujian apabila konseli bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.
  4. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapannya.
  5. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli yang dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.
Pengalaman Klien dalam Terapi
· Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih-alih kepada perasaan-perasaan dan sikap-sikap mereka. Karena para klien bisa mengendalikan  tingkah lakunya lebih mudah daripada mengendalikan perasaan-perasaan dan pikirannya, maka tingkah laku mereka itu menjadi fokus terapi.

· Setelah para klien membuat penilaian tertentu tentang tingkah lakunya sendiri serta memutuskan bahwa mereka ingin berubah, mereka diharapkan membuat rencana-rencana yang spesifik guna mengubah tingkah laku yang gagal menjadi tingkah laku yang berhasil. Para klien harus membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana ini; tindakan menjadi keharusan. Mereka tidak bisa menghindari komitmen dengan mempersalahkan, menerangkan, atau memberilkan dalih. Mereka harus terlibat aktif dalam pelaksanaan kontrak-kontrak terapi mereka sendiri secara hertanggung jawab apabila ingin mencapai kemajuan
.




Hubungan antara Terapis dan Klien

Berikut tinjauan ringkas atas prinsip-prinsip atau konsep-konsep yang spesifik yang menyajikan
kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara terapis dan klien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser (1965, 1969) serta Glasser dan Zunin (1973).

· Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan klien. Terapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaannya atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengkomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian.

· Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik tidak terbatas pada diskusi-diskusi antara terapis dan klien. Mereka harus membentuk rencana-rencana yang, jika telah terbentuk, harus dijalankan; dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas motivasi dan kesanggupan-kesanggupan masing-masing klien. Rencana-rencana itu juga jangan kaku; sejumlah hesar rencana bisa diterapkan pada pemecahan masalah. Jika suatu rencana tidak bisa dijalankan; maka rencana tersebut harus dievaluasi, dan rencana-rencana lain bisa diajukan. Glasser dan Zunin (1973, him. 302) memandang perlu penuangan rencana dalam tulisan dalam bentuk kontrak. Selanjutnya, klien bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya dalam menjalankan rencana-rencana.

· Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan-pertimbangan nilai mengenai tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana-rencana tindakan, terapis membantu mereka dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pernyataan-pernyataan dan rencana-rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan untuk melaksanakannya. Glasser dan Zunin (1973, hlm. 302) menyatakan bahwa "ciri utama orang-orang yang memiliki identitas kegagalan adalah bahwa mereka memiliki
·         keengganan yang kuat untuk mengikatkan dirinya sendiri". Oleh karena itu, dengan menjalani rencana-rencana itu para klien diharapkan bisa memperoleh rasa berguna.

· Terapi realitas tidak menerima dalih. Jelas bahwa tidak semua komitmen klien bisa terlaksana. Rencana-rencana bisa gagal. Akan tetapi, jika rencana-rencana gagal, terapis realitas tidak menerima dalih. Ia tidak tertarik untuk mendengar alasan-alasan, penyalahan, dan keterangan-keterangan klien tentang mengapa rencananya gagal. Tugas terapis adalah memberikan perhatian yang cukup sehingga klien mampu "menghadapi suatu kebenaran bahwa dia telah menghabiskan hidupnya dengan mencoba menghindarinya; dia bertanggung jawab atas tingkah lakunya sendiri". Terapis tidak pernah memaklumi atau memaafkan tingkah laku klien yang tidak bertanggung jawab


Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya dilakukan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut.
1.    terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2.    menggunakan humor;                         
3.    mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4.    membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5.    bertindak sebagai model dan guru;
6.    memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7.    menggunakan terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis;
8.    melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendekatan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai “detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerja sama dengan para klien untuk membantu mereka mencapai tujuan-tujuannya.
Kesimpulan
Terapi realitas tampaknya cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari terapi realitas tampaknya adalah jangka waktu terapinya yang relatif pendek dan berurusan dengan masalah-masalah tingkah laku sadar. Klien dihadapkan pada keharusan mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan membuat pertimbangan nilai.
Dari aspek kekurangan pula, terapi realitas tidak memberi penekanan yang cukup pada dinamika-dinamika tak sadar dan pada masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah lakunya sekarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar